Senin, 23 April 2012

Terserang Difteri, Dua Siswa SD Meninggal

PONTIANAK – Menyusul dua siswa SD yang meninggal terserang difteri, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Pontianak pun melancarkan imunisasi kepada 527 siswa SDN 23 Kecamatan Pontianak Barat Jalan Kom Yos Sudarso, kemarin. “Imunisasi kita berikan sebagai antisipasi, karena sebelumnya ada dua siswa kita yang meninggal dugaan sementara akibat difteri. Makanya kita minta Dinkes turun tangan agar bisa mendeteksi masih ada atau tidak anak yang terserang penyakit serupa,” tutur Kepala SDN 23 Pawadi SPd kepada Equator, Kamis (19/4). Difteri merupakan penyakit menular akibat infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae. Baru tahun ini penyakit yang menyerang pernapasan pada anak-anak itu menelan korban jiwa. 
Reza, siswa kelas 5, dan Haikal, siswa kelas 1 SDN 23 Kecamatan Pontianak Barat meninggal dengan selisih waktu hanya satu hari. Keduanya meninggal diduga terserang difteri. Penyakit ini mudah menular dan menyerang saluran pernapasan bagian atas. Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah maupun benda dan makanan yang terkontaminasi. Langkah Pawadi tidak terlalu berlebihan, karena Reza dan Haikal meninggal hanya berjarak satu hari di rumah sakit. “Keduanya diduga meninggal karena tak bisa bernapas dan mengalami radang tenggorokan,” tuturnya.
Imunisasi siswa SD
 Pawadi hanya bisa berharap setelah mendapatkan imunisasi siswa SDN 23 tidak terserang penyakit tersebut. “Sebentar lagi ujian nasional (unas) siswa kelas 6, kita berharap mereka bisa belajar dan mengikuti ujian dengan lancar.” harap Pawadi. Sementara itu, Kepala UPTD Puskesmas Pontianak Barat M Ridwansyah mengakui penyakit difteri cukup berbahaya. Namun penyebarannya bisa dicegah dan ditanggulangi dengan imunisasi dan obat pada pasien yang terinfeksi. “Penyakit difteri diduga mengakibatkan dua siswa sekolah ini meninggal dunia. Belum dinyatakan positif difteri, karena masih menunggu hasil uji lab dulu,” ucapnya. Kendati uji laboratorium masih belum keluar, namun Ridwansyah segera mengambil langkah pencegahan, salah satunya memberikan suntikan imunisasi dan obat-obatan pada anak-anak. “Hasil lab masih lama, lebih bagus kita langsung memberi pencegahan dengan cara memberi suntikan imunisasi pada anak-anak,” ujarnya. Ridwan berharap kegiatan bekerja sama imunisasi dapat diteruskan dengan sekolah saat penerimaan siswa baru nanti. Karena imunisasi sedini mungkin penting guna mencegah anak terserang penyakit. “Kami pasti akan mensosialisasikannya pada pihak sekolah sendiri,” imbaunya. Waspadai difteri Gejala difteri muncul 1 hingga 4 hari setelah terinfeksi. Penderita mengalami sakit pada tenggorokan, demam, dan gejala yang menyerupai pilek biasa. Bilamana bertambah parah, tenggorokan menjadi bengkak sehingga menyebabkan penderita menjadi sesak napas bahkan dapat menutup pernapasan. Penyakit difteri dapat pula menyebabkan radang pembungkus jantung sehingga penderita dapat meninggal secara mendadak. Gejala-gejala ini disebabkan oleh racun yang dihasilkan oleh kuman difteri. Jika tidak segera diobati, racun yang dihasilkan oleh kuman ini dapat menyebabkan reaksi peradangan pada jaringan saluran napas bagian atas, sehingga sel-sel jaringan dapat mati. Serangan berbahaya adalah pada periode inkubasi 1 sampai 5 hari. Pada fase tersebut dapat menyebabkan infeksi nasopharynx yang menyebabkan kesulitan bernapas dan kematian. Penyebab utamanya adalah radang pada membrane saluran pernapasan bagian atas, ditambah kerusakan menyeluruh ke seluruh organ. Ketika difteri menyerang tenggorokan, gejala awalnya adalah penderita mengalami radang tenggorokan, kehilangan nafsu makan, dan demam. Dalam waktu 2 hari 3 hari, lapisan putih atau abu-abu bisa diketemukan pada langit-langit tenggorokan dan dapat berdarah. Dan jika terjadi pendarahan, lapisan berubah menjadi abu-abu kehijauan atau hitam. Penderita difteri biasanya tidak demam panas, tapi dapat sakit leher dan sesak napas. Namun penyakit ini bisa dicegah dan diobati. Ketika seorang anak mengalami gejala awal menderita difteri, dokter akan mendiagnosis berdasarkan gejala dan ditemukannya membrane. Tak jarang dilakukan pemeriksaan terhadap lendir di tenggorokan. Sedangkan untuk melihat kelainan jantung yang terjadi akibat penyakit ini, bisa dilakukan pemeriksaan dengan Electrocardiogram (EKG). Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi. Umumnya dilakukan bersamaan dengan tetanus dan pertusis (DPT) sebanyak 3 kali sejak bayi berusia 2 bulan dengan selang penyuntikan 1-2 bulan. Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis, dan tetanus dalam waktu bersamaan. Pada usia SD imunisasi DT dapat diberikan pula. Pencegahan difteri efektif dengan cara selalu menjaga kebersihan, baik diri maupun lingkungan. Penyakit menular ini paling mudah merebak pada lingkungan yang buruk dengan tingkat sanitasi rendah. Pengobatan difteri difokuskan untuk menetralkan toksin atau racun difteri dan untuk membunuh kuman Corynebacterium diphtheriae. Dengan pengobatan yang cepat, maka komplikasi yang berat dapat dihindari. Namun keadaan bisa makin buruk bila usia anak lebih muda, menderita penyakit difteri cukup lama, gizi kurang, dan pemberian antitoksin yang terlambat. (ben)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar